![]() |
Hukum Menjadi Peserta BPJS Karena Terpaksa Perspektif Fikih Islam
Oleh: Nikma Nurul Izzah
I.
Pendahuluan
Kesehatan adalah hak dasar setiap orang dan semua warga berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah Indonesia telah
membuat program asuransi kesehatan yang akhirnya pada 1 Januari 2014 berubah
nama menjadi BPJS Kesehatan berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial .
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 111 Tahun 2013
Tentang Jaminan Kesehatan Dalam BPJS pasal 6, seluruh Warga Negara Indonesia
termasuk Warga Negara Asing yang telah bekerja di Indonesia minimal 6 bulan
wajib mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS. Pendaftaran kepesertaan dilakukan
dengan dua tahap yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2014 dan tahap kedua
paling lambat tanggal 1 Januari 2019.[1]
Dalam praktek BPJS yang merupakan asuransi kesehatan, peserta selain
Penerima Bantuan Iuran (PBI) diwajibkan membayarkan premi yang ditetapkan
pemerintah yang dibayarkan setiap bulannya. Peserta yang terlambat membayar
premi pada setiap bulannya akan dikenakan denda sebesar 2%.
Berdasarkan hal diatas, penulis ingin membahas tentang hukum mengikuti
peserta BPJS Kesehatan karena terpaksa perspektif fikih.
II.
Pembahasan
A. Definisi BPJS Kesehatan dan Asuransi Kesehatan
BPJS adalah singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS adalah
badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.[2] BPJS
memiliki dua macam yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.[3]
Adapun BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan
Badan Hukum Publik yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan memiliki
tugas untuk menyelenggarakan jaminan Kesehatan Nasional bagi seluruh rakyat
Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan
TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha
lainnya ataupun rakyat biasa.[4]
Dalam prakteknya, BPJS sama dengan Asuransi. Asuransi adalah transaksi
dimana pihak pemberi jaminan bertanggung jawab akan memberi kepada peminta
jaminan atau kepada orang tertentu yang disebutkan dalam surat transaksi uang
tunai atau kompensasi finansial lain pada saat terjadinya bencana atau bahaya
yang disebutkan dalam surat transaksi dengan syarat pihak penerima jaminan
(asuransi) memberi premi (bayaran tetap) kepada pihak pemberi jaminan
(asuransi).[5]
Sedangkan Asuransi kesehatan adalah sebuah asuransi yang memberikan penanggungan
terhadap permasalah kesehatan yang diakibatkan oleh penyakit..[6]
B. Sejarah Pembentukan BPJS Kesehatan
Pada tahun
1968, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan secara jelas mengenai
peraturan pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun 230
Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen
Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK)
dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. D. rG.A. Siwabessy)
dinyatakan sebagai cikal-bakal Asuransi Kesehatan Nasional.
Untuk lebih
meningkatkan program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan agar dapat
dikelola secara profesional, pada tahun 1984 pemerintah menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 22a Thun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai
Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota
keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 T ahun 1984, status badan
penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.
Pada tahun
1991, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan program
jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum Husada Bhakti ditambah
dengan eVteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya. Disamping
itu, perusahaan diizinkan memperluas jangkauan kepesertaannya ke badan usaha
dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan
Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan,
kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan
kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.
Pada tahun
2005, PT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui Departemen
Kesehatan RI, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM/ASKESKIN).
Kemudian, mulai
tanggal 1 Januari 2014, PT Askes Indonesia (Persero) berubah nama menjadi BPJS
Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang no. 24 tahun 2011 tentang BPJS.[7]
C. Jenis BPJS dan Prosedur Pelayanan BPJS
Kesehatan
Sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, BPJS telah membentuk dua Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.[8]
BPJS Kesehatan adalah
Badan Usaha Milik Negara yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan
memiliki tugas untuk menyelenggarakan jaminan Kesehatan Nasional bagi seluruh
rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan
TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya
ataupun rakyat biasa.[9]
BPJS Ketenagakerjaan (Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan) merupakan program publik yang
memberikanperlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu
dan penyelenggaraan nya menggunakan mekanisme asuransi sosial.[10]
Untuk mendapatkan
pelayanan dari BPJS Kesehatan, Warga Negara Indonesia yang ingin menjadi
peserta BPJS Kesehatan mendaftakan diri beserta anggota keluarganya. Peserta
Pekerja Penerima Upah didaftarkan oleh perusahaan atau instansinya. Adapun
Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) didaftarkan oleh pemerintah daerahnya.[11]
Peserta BPJS Kesehatan
yang telah terdaftar selain Penerima Bantuan Iuran (PBI) diwajibkan membayarkan
premi yang ditetapkan pemerintah yang dibayarkan setiap bulannya[12]
melalui bank yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan (BRI/Mandiri/BNI).[13]
Adapun bagi Peserta Peserta yang terlambat membayar premi pada setiap bulannya
akan dikenakan denda sebesar 2%.[14]
D. Jenis Kepesertaan dalam BPJS Kesehatan[15]
Semua warga Negara Indonesia yang sudah bekerja minimal enam bulan pasal 14
UU BPJS Kepesertaan dalam BPJS Kesehatan terbagi menjadi tiga bagian:
1. Peserta Bantuan Iuran (PBI)
Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi masyarakat fakir miskin dan tidak
mampu yang telah ditetapkan dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan
perundang- undangan. Mereka terdaftar oleh menteri di bidang sosial. Peserta
dalam kategori ini tidak membayar premi apapun dan dibayar oleh pemerintah.[16] Hal
ini berdasarkan Pasal 14 UU NO. 40 Tahun 2014.[17]
2. Peserta Non-PBI (Peserta Bantuan Iuran)
Peserta Non-PBI meliputi sebagai berikut
a.
Peserta pekerja penerima upah meliputi:
1) Pegawai Negeri Sipil
2) Anggota TNI
3) Anggota Polri
4) Pejabat negara
5) Pegawai pemerintah non pegawai negeri
6) Pegawai swasta
7) Seluruh pekerja yang menerima upah dari
instansi atau lembaganya.
Pekerja Termasuk WNA yang
bekerja di Indonesia paling singkat enam bulan.[18]
b.
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (Mandiri)
Pekerja bukan penerima upah adalah setiap orang yang
bekerja atau berusaha atas risiko sendiri[19].
Mereka terdiri atas:
1)
Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri
2)
Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja bukan
penerima upah[20]
c.
Peserta Bukan Pekerja
Peserta Bukan Pekerja adalah setiap orang yang tidak bekerja tapi mampu
membayar iuran Jaminan Kesehatan.[21]
Mereka terdiri atas:
1) Investor
2) Pemberi kerja
3) Penerima pensiun
4) Veteran
5) Perintis kemerdekaan
6) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari
Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan
7) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf 1)
sampai 5) yang mampu membayar iuran[22]
E. Iuran Bagi Peserta BPJS
Dalam kepesertaan BPJS, peserta
wajib bayar iuran atau premi setiap bulannya dengan ketentuan sebagai berikut
1. Peserta Penerima Bantun Iuran (PBI)[23]
Pada peserta Penerima
Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan yang telah ditetapkan dan didaftarkan
pemerintah tidak ada iuran dan denda. Iuran dibayar oleh Pemerintah Daerah
sebesar Rp 19.225,00 (sembilan belas ribu dua ratus dua puluh lima rupiah) per
orang per bulan.[24]
2. Peserta Pekerja Penerima Upah (Non PBI)[25]
Peserta Pekerja Penerima
Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil
yang meliputi anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai
pemerintah non pegawai negeri wajib membayar iuran sebesar 5% dari Gaji atau
Upah per bulan dengan ketentuan : 3% dibayar oleh pemberi kerja dan 2% dibayar
oleh peserta.
Peserta Pekerja Penerima
Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 5% ( lima persen) dari Gaji
atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi
Kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.[26] Artinya
sebagian iuran ditanggung oleh pemberi kerja (lembaga/institusi) dan sebagian
lagi ditanggung oleh peserta.[27]
3. Kerabat dari Pekerja Penerima Upah, Peserta Pekerja
Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja[28]
Peserta dalam kategori
ini membayar iuran sesuai pilihan pelayanannya sebagai berikut:
a. Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima
ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan
Kelas III.
b. Sebesar Rp. 51.000,- (lima puluh satu ribu
rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas
II.
c. Sebesar Rp. 80.000,- (delapan puluh ribu
rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas
I.
Iuran Jaminan Kesehatan
bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari
Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen)
dari 45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang
III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh
Pemerintah.
Pembayaran iuran yang
ditetapkan pemerintah paling lambat adalah tanggal 10 pada setiap bulannya. Mulai
tanggal 1 Juli 2016 diterapkan denda sebesar 2 % atas keterlambatan dalam
membayar iuran pada setiap bulannya.[29]
Denda dikenakan apabila dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan
diaktifkan kembali, peserta yang bersangkutan memperoleh pelayanan
kesehatan rawat inap. Denda yang dikenakan sebesar 2,5% dari biaya
pelayanan kesehatan untuk setiap bulan tertunggak, dengan ketentuan :
1. Jumlah bulan
tertunggak paling banyak 12 (dua belas) bulan.
2. Besar denda paling
tinggi Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).[30]
F. BPJS Kesehatan Perspektif Fikih Islam
Dalam istilah fikih, BPJS kesehatan dikategorikan dalam hal ta’min
yang berarti asuransi. Asuransi merupakan istilah kontemporer yang pertama kali
muncul pada abad ke-14 Masehi di Italia dalam bentuk asuransi laut.[31]
Asuransi dari bentuknya terbagi menjadi dua:[32]
1.
Asuransi kooperatif (gotong royong)
Yaitu beberapa orang berkumpul lalu masing-masing bersepakat untuk membayar
jumlah uang tertentu. Kemudian dari uang yang terkumpul dari orang yang
bersepakat diberikan kompensasi kepada anggota yang terkena musibah.
Berdasarkan pembahasan diatas, tidak ada keraguan mengenai bolehnya
asuransi kooperatif dalam pandangan pakar hukum islam kontemporer. Karena
asuransi ini termasuk kategori transaksi sumbangan sukarela dan salah bentuk
tolong-menolong dalam kebaikan dan kebajikan yang dianjurkan dalam syariat
islam. Karena, setiap anggotanya membayar sejumlah uang dengan keikhlasan
hatinya guna meringankan musibah yang menimpa sebagian anggotanya.[33]
2.
Asuransi bisnis atau asuransi yang menghasruskan adanya premi (bayaran
tetap).
Dalam asuransi ini pihak penerima asuransi bertanggung jawab akan membayar
premi tertentu kepada perusahaan asuransi yang memakai sistem saham.
Konsekuensinya adalah pihak pemberi asuransi bertanggung jawab akan memberi
kompensasi atas bahaya yang akan menimpa pihak penerima asuransi. Bila bencana
tidak menimpa pihak penerima asuransi, maka bayaran atau premi yang ia bayar ke
pihak pemberi asuransi secara otomatis menjadi hangus dan serta merta menjadi
hak pihak pemberi asuransi. Bentuk asuransi inilah yang biasanya dimaksud
ketika menyebut kata asuransi.
Asuransi bisnis dari segi keumuman dan kekhususan terbagi menjadi dua
bagian:[34]
1.
Asuransi khusus atau asuransi pribadi
Artinya, asuransi ini khusus berlaku pada satu orang penerima asuransi dari
bahaya yang diasuransikan.
2.
Asuransi sosial atau asuransi umum
Yakni mencakup beberapa orang yang mengandalkan usah kerja mereka dari
beberapa bahaya yang diasuransikan seperti sakit, hari tua, pengangguran dan
ketidaklayakan kerja. Biasanya asuransi-asuransi seperti ini menjadi sebuah
keharusan. Termasuk dalam kategori ini adalah asuransi-asuransi sosial,
asuransi kesehatan dan asuransi pensiunan.
Dalam BPJS, peserta golongan I (Peserta PBI) termasuk dalam Asuransi
Kooperatif sedangkan Peserta golongan II dan III (Peserta Non-PBI) termasuk
dalam Asuransi Bisnis yang mengharuskan adanya premi tetap.
Berdasarkan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia V Tahun 2015 tentang panduan Jaminan Kesehatan Nasional dan BPJS
Kesehatan[35] mengeluarkan fatwa bahwa:
1.
Penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan,
terutama yang terkait dengan akad antar para pihak, tidak sesuai dengan prinsip
syari’ah, karena mengandung unsur gharar, maisir dan riba.
2.
MUI mendorong pemerintah untuk membentuk, menyelenggarakan, dan melakukan
pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan pelayanan
prima.
Dalam fatwa tersebut, MUI tidak
menyebut BPJS Kesehatan itu haram. Namun terdapat sejumlah bagian ketentuan
BPJS Kesehatan yang tidak sesuai dengan syariah. Adanya unsur gharar, maisir
dan riba inilah yang menyebabkan program BPJS Kesehatan tidak sesuai syariah.[36] Adapun
letak gharar, maisir dan riba dalam sebagian praktek BPJS Kesehatan adalah
sebagai berikut:
1.
Riba
Riba dalam BPJS Kesehatan ini ada dalam asuransi konvensional. Hal ini terlihat
jelas dari segi jumlah yang didapat dari pihak penerima (Peserta) dan pemberi asuransi
(BPJS) yaitu tidak ada penyamaan antara jumlah iuran yang diberikan oleh
penerima asuransi dengan jumlah kompensasi yang diberikan oleh pemberi asuransi.
Kompensasi asuransi bisa jadi lebih banyak atau lebih sedikit dari premi yang
diberikan ke penerima.[37]
Adanya denda keterlambatan sebesar 2 % setiap bulan yang tertunggak yang diberikan dimasa yang akan datang. Hal itu
merupakan riba nasi’ah yang diharamkan Islam.[38]
Selain itu, dana yang terkumpul dalam BPJS Kesehatan masih menggunakan bank
konvensional. Artinya, dana tersebut disimpan dan diputar oleh bank yang
menerapkan sistem riba. Hal ini termasuk tolong-menolong dalm pengembangan riba
yang diharamkan Islam.[39]
2.
Maysir
Kita tahu seluruh iuran yang dibayarkan adalah premi yang kemudian menjadi
milik pihak penanggung atau perusahaan asuransi (BPJS). Saat sakit atau
kecelakaan, hak mendapatkan dana BPJS baru dapat diajukan. Namun saat peserta
BPJS sehat, ia tidak berhak mendapatkan dana BPJS. Hal itu merupakan kerugian
bagi mereka yang sehat meskipun sakit bukanlah yang kita harapkan. Inilah unsur
maysir yang diharamkan dalam Islam.[40]
3.
Gharar
Unsur gharar yang terkandung dalam BPJS adalah dalam kepastian dana
yang akan didapat saat sakit, kapan ia akan mendapatkannya dan jumlah dana yang
diberikan, bisa jadi banyak dan sedikit.[41]
BPJS sama dengan asuransi yang masuk dalam kategori asuransi konvensional. Asuransi
konvensional hakikatnya adalah jaminan atas musibah yang belum terjadi sekarang
dan tidak pasti terjadi.[42]
Selain itu, sistem pembayaran BPJS Kesehatan kepada rumah sakit, klinik dan
praktek dokter mengandung unsur gharar tingkat tinggi. Pihak BPJS
Kesehatan mematok nominal tertentu untuk rumah sakit. Jika banyak anggota BPJS
yang berobat ke rumah sakit dapat dipastiakan rumah sakit tersebut mengalami
kerugian.[43]
G. Hukum Mengikuti Peserta BPJS Kesehatan Karena
Terpaksa
Dari penjelasan diatas, unsur halal dan haram dalam keikutsertaan menjadi
peserta BPJS dapat dikelompokkan menjadi tiga:
1.
Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Asuransi kesehatan yang diberikan kepada Peserta Penerima Bantuan Iuran
adalah murni gratis tanpa premi dan tanpa denda sehingga diperbolehkan
mengikuti BPJS.[44]
Ia termasuk dalam kategori asuransi kooperatif yaitu sumbangan sukarela dan
salah satu bentuk tolong-menolong dalam kebaikan yang diperbolehkan dalam
Islam.[45]
2.
Peserta Non PBI (Pekerja Penerima Upah)
Asuransi kesehatan yang diperuntukkan PNS, Polri, TNI, organisasi dan
institusi yang mana sebagian iuran ditanggung kantor atau institusi dan
sebagian lainnya ditanggung oleh peserta.[46]
Bagi peserta yang preminya tidak dipotong dari gaji masih diperbolehkan
mengikuti BPJS Kesehatan ini karena tidak mungkin terjadi denda keterlambatan
atau jika terjadi denda keterlambatan atau jika terjadi bukan menjadi tanggung
jawab peserta melainkan menjadi resiko instansi atau perusahaan. Akad keikutsertaan
adalah bentuk hibah dari perusahaan.[47]
Namun jika premi dipotong dari gaji maka hukumnya haram mengikuti BPJS
karena denda keterlambatan ditanggung peserta. Pada saat itu yang terjadi
adalah akad yang mengandung unsur riba.[48]
3.
Peserta Non PBI (Bukan Penerima Upah/Mandiri)
Peserta yang masuk dalam kategori ini membayar premi sesuai dengan pilihan
kelas yang ada, maka golongan ini haram hukumnya mengikuti BPJS selama masih
ada aturan denda keterlambatan. Karena in murni riba jahiliyyah.[49]
Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang No. 24 tahun 2011 setiap orang termasuk
orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta
program Jaminan Sosial.[50] Pendaftaran
kepesertaan dilakukan dengan dua tahap yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2014
dan tahap kedua paling lambat tanggal 1 Januari 2019.[51]
Namun, jika pemerintah mewajibkan seluruh warga negara untuk menjadi
peserta BPJS dan jika tidak mengikutinya maka hak-haknya sebagai warga negara tidak
akan dipenuhi negara seperti tidak akan mendapat pelayanan publik. Maka pada
saat itu tidak mengapa seorang warga negara menjadi peserta BPJS karena
terpaksa sekalipun dia peserta golongan ketiga yaitu peserta iuran mandiri.[52]
III. Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa mengikuti kepesertaan
BPJS karena terpaksa ada 3 hal:
1.
Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) diperbolehkan mengikuti BPJS.
2.
Peserta Non PBI (Pekerja Penerima Upah)
a.
Bagi peserta yang preminya tidak dipotong dari gaji masih diperbolehkan
mengikuti BPJS Kesehatan
b.
Jika premi dipotong dari gaji maka hukumnya haram mengikuti BPJS
3.
Peserta Non PBI (Bukan Penerima Upah/Mandiri) haram hukumnya mengikuti BPJS
selama masih ada aturan denda keterlambatan.
Adapun jika pemerintah mewajibkan seluruh warga negara untuk menjadi
peserta BPJS dan jika tidak mengikutinya maka hak-haknya sebagai warga negara
tidak akan dipenuhi negara maka tidak mengapa seseorang menjadi peserta BPJS
karena terpaksa.
B. Saran
Hendaknya kepada pemerinta pemerintah untuk membentuk, menyelenggarakan,
dan melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syari’ah dan
melakukan pelayanan prima sehingga masyarakat yang beragama islam khususnya
dapat menjalankan seluruh muamalah islamiyah sehari-hari dengan tenang
dan tenteram.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Pegangan Sosialisai JKN dalam Sistem
Jaminan Sosial Nasional diambil dalam http://www.depkes.go.id/resources/download/jkn/buku-pegangan-sosialisasi-jkn.pdf
diakses pada hari Ahad, 6 November 2017 pukul 24:43
http://a10mahira.blogspot.co.id/2016/08/hukum-bpjs-menurut-perspektif-islam.html
diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 08:25
http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13
diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/PERPRES%20No.%20111%20Th%202013%20ttg%20Perubahan%20Atas%20PERPRES%20No.%2012%20Th%202003%20ttg%20JAMKES.pdf
diakses pada hari Selasa, 31 Oktober 2017 pada pukul 2:42
https://id.wikipedia.org/wiki/BPJS_Kesehatan
diakses pada hari Senin, 23 Oktober 17
https://id.wikipedia.org/wiki/BPJS_Ketenagakerjaan
diakses pada hari Senin, 23 Oktober 17
https://mui.or.id/id/berita/pemerintah-mui-sepakat-bpjs-kesehatan-direvisi-agar-sesuai-syariah/
diakses pada hari Ahad, 6 November pukul 01:47
https://www.an-najah.net/riba-gharar-dan-kedzaliman-dalam-bpjs-12/
diakses pada hari Ahad, 6 November 2017 pukul 01: 13
https://www.asura.co.id/blog/apa-itu-asuransi-dan-inilah-jenis-asuransi-yang-wajib-diketahui
diakses pada hari Selasa, 31 Oktober 2017 pada pukul 16.30
https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/11
diakses pada hari Selasa, 31 Oktober 2017 pada pukul 19:58
https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/11
diakses pada hari Ahad, 29 Oktober 2017
https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/20 diakses pada hari Ahad, 6 November 2017 pukul 02:53
https://www.dakwatuna.com/2015/02/20/64243/kebijakan-bpjs-rakyat-dipaksa-makan-riba/#ixzz4xCPChzhu
diakses pada hari Rabu, 1 November 2017 pukul 23:45
https://www.slideshare.net/iskandarjet/hasil-ijtima-ulama-komisi-fatwa-mui-seindonesia-v-bpjs-kesehatan-haji-berulang-hukuman-mati-narkoba-masjid-berdekatan-dll
diakses pada hari Rabu, 01 November 2017 pukul 23:19
Panduan Praktis Tentang Kepesertaan
Dan Pelayanan Kesehatan Yang Diselenggarakan Oleh Bpjs Kesehatan Berdasarkan
Regulasi Yang Sudah Terbit diambil dari https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/a9c04aa825ffc12d24aeee668747f284.pdf
diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 08:15
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan diambil dalam http://www.depkes.go.id/resources/download/general/PP%20No.%20101%20Th%202012%20ttg%20Penerima%20Bantuan%20Iuran%20Jaminan%20Kesehatan.pdf
pukul 2:41
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 111
Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan diambil dari http://www.depkes.go.id/resources/download/general/PERPRES%20No.%20111%20Th%202013%20ttg%20Perubahan%20Atas%20PERPRES%20No.%2012%20Th%202003%20ttg%20JAMKES.pdf
diakses pada hari Selasa, 31 Oktober 2017 pada pukul 2:42
Putri, Asih Eka, Paham BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,
Friedrich-Ebert-Stiftung, Kantor Perwakilan Indonesia, 2014
Tarmizi, Erwandi, Harta
Haram Muamalah Kontemporer, Cet ke-12, Bogor: Berkat Mulia Insani, 2016
UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial diambil dalam http://bpjskesehatan.go.id/bpjs/index.php/unduh/index/1
diakses pada Senin, 30 Oktober 2017 pukul 08:49
UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional diambil dari http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/unduh/index/2
diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pukul 08:31
Yuk,
Pahami Aturan Denda Terbaru JKN-KIS diambil dari https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/14a44faa1c98df0c642b5168073e25f3.pdf
pada hari Rabu, 1 November 2017 pukul 23:56
Zuhaili, Wahbah, Fiqih
Islam Wa Adillatuhu, terj Abdul Hayyie Al-Kattani dkk, Cet ke-3, Jakarta:
Gema Insani Press, 2016
[1] Peraturan Presiden
Republik Indonesia No. 111 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan pasal 6
diambil dari http://www.depkes.go.id/resources/download/general/PERPRES%20No.%20111%20Th%202013%20ttg%20Perubahan%20Atas%20PERPRES%20No.%2012%20Th%202003%20ttg%20JAMKES.pdf
diakses pada hari Selasa, 31 Oktober 2017 pada pukul 2:42
[2] UU No. 40 Tahun 2004
Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pasal 1 angka 6 diambil dari http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/unduh/index/2
diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pukul 08:31
[3] UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) diambil dalam http://bpjskesehatan.go.id/bpjs/index.php/unduh/index/1oktober
pukul 08:49
[4] https://id.wikipedia.org/wiki/BPJS_Kesehatan
diakses pada hari Senin, 23 Oktober 17
[5] Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih
Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani Press), 2016, hlm. 109
[6] https://www.asura.co.id/blog/apa-itu-asuransi-dan-inilah-jenis-asuransi-yang-wajib-diketahui
diakses pada hari Selasa, 31 Oktober 2017 pada pukul 16.30
[7] https://id.wikipedia.org/wiki/BPJS_Kesehatan
diakses pada hari Selasa, 31 Oktober 2017 pukul 16:39
[8] UU No. 24 Tahun 2011
Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pasal 5 ayat (1) dan ayat (2)
diambil dalam http://bpjskesehatan.go.id/bpjs/index.php/unduh/index/1oktober
pukul 08:49
[9] https://id.wikipedia.org/wiki/BPJS_Kesehatan
diakses pada hari Senin, 23 Oktober 17
[10] https://id.wikipedia.org/wiki/BPJS_Ketenagakerjaan
diakses pada hari Senin, 23 Oktober 17
[11] https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/20 diakses pada hari Ahad,
6 November 2017 pukul 02:53
[12] http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13
diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
[13] https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/20 diakses pada hari Ahad,
6 November 2017 pukul 02:53
[14] Yuk, Pahami Aturan Denda Terbaru JKN-KIS diambil dari https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/14a44faa1c98df0c642b5168073e25f3.pdf
pada hari Rabu, 1 November 2017 pukul 23:56
[15] https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/11
diakses pada hari Selasa, 31 Oktober 2017 pada pukul 19:58
[16] https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/11
diakses pada hari Ahad, 29 Oktober 2017
[17] UU No. 40 Tahun 2004
Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pasal 1 angka 6 diambil dari http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/unduh/index/2
diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pukul 08:31
[18] https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/11
diakses pada hari Ahad, 29 Oktober 2017
[19] Buku Pegangan
Sosialisai JKN dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional diambil dalam http://www.depkes.go.id/resources/download/jkn/buku-pegangan-sosialisasi-jkn.pdf
diakses pada hari Ahad, 6 November 2017 pukul 24:43
[20] http://www.depkes.go.id/resources/download/jkn/buku-pegangan-sosialisasi-jkn.pdf
diakses pada hari Ahad, 6 November 2017 pukul 24:43
[21] http://www.depkes.go.id/resources/download/jkn/buku-pegangan-sosialisasi-jkn.pdf
diakses pada hari Ahad, 6 November 2017 pukul 24:43
[22] https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/11
diakses pada hari Ahad, 29 Oktober 2017
[23] http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13
diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
[24] Panduan Praktis Tentang Kepesertaan Dan Pelayanan Kesehatan Yang
Diselenggarakan Oleh Bpjs Kesehatan Berdasarkan Regulasi Yang Sudah Terbit diambil
dari https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/a9c04aa825ffc12d24aeee668747f284.pdf
diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 08:15
[25] http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13
diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
[26] http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13
diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
[27] http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13
diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
[28] http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13
diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
[29] Yuk, Pahami Aturan
Denda Terbaru JKN-KIS diambil dari https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/14a44faa1c98df0c642b5168073e25f3.pdf
pada hari Rabu, 1 November 2017 pukul 23:56
[30] http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13
diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
[31] Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih
Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani Press), 2016, hlm. 105
[32] Ibid., hlm. 109
[33] Ibid., hlm. 106
[34] Ibid., hlm.110
[35] https://www.slideshare.net/iskandarjet/hasil-ijtima-ulama-komisi-fatwa-mui-seindonesia-v-bpjs-kesehatan-haji-berulang-hukuman-mati-narkoba-masjid-berdekatan-dll
diakses pada hari Rabu, 01 November 2017 pukul 23:19
[36] https://mui.or.id/id/berita/pemerintah-mui-sepakat-bpjs-kesehatan-direvisi-agar-sesuai-syariah/
diakses pada hari Ahad, 6 November pukul pukul 01:47
[38] Erwandi Tarmizi, Harta
Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: Berkat Mulia Insani, 2017), hlm. 302
[40] https://www.dakwatuna.com/2015/02/20/64243/kebijakan-bpjs-rakyat-dipaksa-makan-riba/#ixzz4xCPChzhu
diakses pada hari Rabu, 1 November 2017 pukul 23:45
[41] https://www.an-najah.net/riba-gharar-dan-kedzaliman-dalam-bpjs-12/
diakses pada hari Ahad, 6 November 2017 pukul 01: 13
[42] Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih
Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani Press), 2016, hlm. 112
[43] Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: Berkat
Mulia Insani, 2017), hlm. 301
[44] Erwandi Tarmizi, Harta
Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: Berkat Mulia Insani, 2017), hlm. 302
[45] Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih
Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani Press), 2016, hlm. 106
[46] http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13
diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
[47] Erwandi Tarmizi, Harta
Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: Berkat Mulia Insani, 2017), hlm. 303
[49] Ibid
[50] UU No. 24 Tahun 2011
Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial diambil dalam http://bpjskesehatan.go.id/bpjs/index.php/unduh/index/1
diakses pada Senin, 30 Oktober 2017 pukul 08:49
[51] Peraturan Presiden
Republik Indonesia No. 111 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan pasal 6
diambil dari http://www.depkes.go.id/resources/download/general/PERPRES%20No.%20111%20Th%202013%20ttg%20Perubahan%20Atas%20PERPRES%20No.%2012%20Th%202003%20ttg%20JAMKES.pdf
diakses pada hari Selasa, 31 Oktober 2017 pada pukul 2:42
[52] Erwandi Tarmizi, Harta
Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: Berkat Mulia Insani, 2017), hlm. 303