Karena semangat lillah, kau tak kan pernah patah...

Kamis, 04 Januari 2018

Hukum Menjadi Peserta BPJS Karena Terpaksa Perspektif Fikih Islam




Hukum Menjadi Peserta BPJS Karena Terpaksa Perspektif Fikih Islam 
Oleh: Nikma Nurul Izzah

I.           Pendahuluan
Kesehatan adalah hak dasar setiap orang dan semua warga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah Indonesia telah membuat program asuransi kesehatan yang akhirnya pada 1 Januari 2014 berubah nama menjadi BPJS Kesehatan berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial .

Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 111 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan Dalam BPJS pasal 6, seluruh Warga Negara Indonesia termasuk Warga Negara Asing yang telah bekerja di Indonesia minimal 6 bulan wajib mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS. Pendaftaran kepesertaan dilakukan dengan dua tahap yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2014 dan tahap kedua paling lambat tanggal 1 Januari 2019.[1]
Dalam praktek BPJS yang merupakan asuransi kesehatan, peserta selain Penerima Bantuan Iuran (PBI) diwajibkan membayarkan premi yang ditetapkan pemerintah yang dibayarkan setiap bulannya. Peserta yang terlambat membayar premi pada setiap bulannya akan dikenakan denda sebesar 2%.
Berdasarkan hal diatas, penulis ingin membahas tentang hukum mengikuti peserta BPJS Kesehatan karena terpaksa perspektif fikih.  
 
II.        Pembahasan
A.    Definisi BPJS Kesehatan dan Asuransi Kesehatan
BPJS adalah singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.[2] BPJS memiliki dua macam yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.[3]
Adapun BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan Badan Hukum Publik yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan memiliki tugas untuk menyelenggarakan jaminan Kesehatan Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.[4]
Dalam prakteknya, BPJS sama dengan Asuransi. Asuransi adalah transaksi dimana pihak pemberi jaminan bertanggung jawab akan memberi kepada peminta jaminan atau kepada orang tertentu yang disebutkan dalam surat transaksi uang tunai atau kompensasi finansial lain pada saat terjadinya bencana atau bahaya yang disebutkan dalam surat transaksi dengan syarat pihak penerima jaminan (asuransi) memberi premi (bayaran tetap) kepada pihak pemberi jaminan (asuransi).[5]
Sedangkan Asuransi kesehatan adalah sebuah asuransi yang memberikan penanggungan terhadap permasalah kesehatan yang diakibatkan oleh penyakit..[6]
B.     Sejarah Pembentukan BPJS Kesehatan
Pada tahun 1968, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan secara jelas mengenai peraturan pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. D. rG.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai cikal-bakal Asuransi Kesehatan Nasional.
Untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan agar dapat dikelola secara profesional, pada tahun 1984 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22a Thun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 T ahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.
Pada tahun 1991, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum Husada Bhakti ditambah dengan eVteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya. Disamping itu, perusahaan diizinkan memperluas jangkauan kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.
Pada tahun 2005, PT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM/ASKESKIN).
Kemudian, mulai tanggal 1 Januari 2014, PT Askes Indonesia (Persero) berubah nama menjadi BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang no. 24 tahun 2011 tentang BPJS.[7]
C.    Jenis BPJS dan Prosedur Pelayanan BPJS Kesehatan
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, BPJS telah membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.[8]
BPJS Kesehatan adalah Badan Usaha Milik Negara yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan memiliki tugas untuk menyelenggarakan jaminan Kesehatan Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.[9]
BPJS Ketenagakerjaan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan) merupakan program publik yang memberikanperlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraan nya menggunakan mekanisme asuransi sosial.[10]
Untuk mendapatkan pelayanan dari BPJS Kesehatan, Warga Negara Indonesia yang ingin menjadi peserta BPJS Kesehatan mendaftakan diri beserta anggota keluarganya. Peserta Pekerja Penerima Upah didaftarkan oleh perusahaan atau instansinya. Adapun Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) didaftarkan oleh pemerintah daerahnya.[11]  
Peserta BPJS Kesehatan yang telah terdaftar selain Penerima Bantuan Iuran (PBI) diwajibkan membayarkan premi yang ditetapkan pemerintah yang dibayarkan setiap bulannya[12] melalui bank yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan (BRI/Mandiri/BNI).[13] Adapun bagi Peserta Peserta yang terlambat membayar premi pada setiap bulannya akan dikenakan denda sebesar 2%.[14]
D.    Jenis Kepesertaan dalam BPJS Kesehatan[15]
Semua warga Negara Indonesia yang sudah bekerja minimal enam bulan pasal 14 UU BPJS Kepesertaan dalam BPJS Kesehatan terbagi menjadi tiga bagian:
1.    Peserta Bantuan Iuran (PBI)
Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi masyarakat fakir miskin dan tidak mampu yang telah ditetapkan dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. Mereka terdaftar oleh menteri di bidang sosial. Peserta dalam kategori ini tidak membayar premi apapun dan dibayar oleh pemerintah.[16] Hal ini berdasarkan Pasal 14 UU NO. 40 Tahun 2014.[17]
2.    Peserta Non-PBI (Peserta Bantuan Iuran)
Peserta Non-PBI meliputi sebagai berikut
a.         Peserta pekerja penerima upah meliputi:
1)      Pegawai Negeri Sipil
2)      Anggota TNI
3)      Anggota Polri
4)      Pejabat negara
5)      Pegawai pemerintah non pegawai negeri
6)      Pegawai swasta
7)      Seluruh pekerja yang menerima upah dari instansi atau lembaganya.
Pekerja Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat enam bulan.[18]
b.        Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (Mandiri)
Pekerja bukan penerima upah adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri[19]. Mereka terdiri atas:
1)        Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri
2)        Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja bukan penerima upah[20]
c.         Peserta Bukan Pekerja
Peserta Bukan Pekerja adalah setiap orang yang tidak bekerja tapi mampu membayar iuran Jaminan Kesehatan.[21] Mereka terdiri atas:
1)      Investor
2)      Pemberi kerja
3)      Penerima pensiun
4)      Veteran
5)      Perintis kemerdekaan
6)      Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan
7)      Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf 1) sampai 5) yang mampu membayar iuran[22]
E.     Iuran Bagi Peserta BPJS
Dalam kepesertaan BPJS, peserta wajib bayar iuran atau premi setiap bulannya dengan ketentuan sebagai berikut
1.      Peserta Penerima Bantun Iuran (PBI)[23]
Pada peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan yang telah ditetapkan dan didaftarkan pemerintah tidak ada iuran dan denda. Iuran dibayar oleh Pemerintah Daerah sebesar Rp 19.225,00 (sembilan belas ribu dua ratus dua puluh lima rupiah) per orang per bulan.[24]
2.      Peserta Pekerja Penerima Upah (Non PBI)[25]
Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil yang meliputi anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri wajib membayar iuran sebesar 5% dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 3% dibayar oleh pemberi kerja dan 2% dibayar oleh peserta.
Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 5% ( lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.[26] Artinya sebagian iuran ditanggung oleh pemberi kerja (lembaga/institusi) dan sebagian lagi ditanggung oleh peserta.[27]
3.      Kerabat dari Pekerja Penerima Upah, Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja[28]
Peserta dalam kategori ini membayar iuran sesuai pilihan pelayanannya sebagai berikut:
a.       Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b.      Sebesar Rp. 51.000,- (lima puluh satu ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
c.       Sebesar Rp. 80.000,- (delapan puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
Pembayaran iuran yang ditetapkan pemerintah paling lambat adalah tanggal 10 pada setiap bulannya. Mulai tanggal 1 Juli 2016 diterapkan denda sebesar 2 % atas keterlambatan dalam membayar iuran pada setiap bulannya.[29] Denda dikenakan apabila dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta yang bersangkutan memperoleh pelayanan kesehatan rawat inap. Denda yang dikenakan sebesar 2,5% dari biaya pelayanan kesehatan untuk setiap bulan tertunggak, dengan ketentuan :
1.    Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua belas) bulan.
2.    Besar denda paling tinggi Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).[30]
F.     BPJS Kesehatan Perspektif Fikih Islam
Dalam istilah fikih, BPJS kesehatan dikategorikan dalam hal ta’min yang berarti asuransi. Asuransi merupakan istilah kontemporer yang pertama kali muncul pada abad ke-14 Masehi di Italia dalam bentuk asuransi laut.[31]
Asuransi dari bentuknya terbagi menjadi dua:[32]
1.        Asuransi kooperatif (gotong royong)
Yaitu beberapa orang berkumpul lalu masing-masing bersepakat untuk membayar jumlah uang tertentu. Kemudian dari uang yang terkumpul dari orang yang bersepakat diberikan kompensasi kepada anggota yang terkena musibah.
Berdasarkan pembahasan diatas, tidak ada keraguan mengenai bolehnya asuransi kooperatif dalam pandangan pakar hukum islam kontemporer. Karena asuransi ini termasuk kategori transaksi sumbangan sukarela dan salah bentuk tolong-menolong dalam kebaikan dan kebajikan yang dianjurkan dalam syariat islam. Karena, setiap anggotanya membayar sejumlah uang dengan keikhlasan hatinya guna meringankan musibah yang menimpa sebagian anggotanya.[33]
2.        Asuransi bisnis atau asuransi yang menghasruskan adanya premi (bayaran tetap).
Dalam asuransi ini pihak penerima asuransi bertanggung jawab akan membayar premi tertentu kepada perusahaan asuransi yang memakai sistem saham. Konsekuensinya adalah pihak pemberi asuransi bertanggung jawab akan memberi kompensasi atas bahaya yang akan menimpa pihak penerima asuransi. Bila bencana tidak menimpa pihak penerima asuransi, maka bayaran atau premi yang ia bayar ke pihak pemberi asuransi secara otomatis menjadi hangus dan serta merta menjadi hak pihak pemberi asuransi. Bentuk asuransi inilah yang biasanya dimaksud ketika menyebut kata asuransi.
Asuransi bisnis dari segi keumuman dan kekhususan terbagi menjadi dua bagian:[34]
1.        Asuransi khusus atau asuransi pribadi
Artinya, asuransi ini khusus berlaku pada satu orang penerima asuransi dari bahaya yang diasuransikan.
2.         Asuransi sosial atau asuransi umum
Yakni mencakup beberapa orang yang mengandalkan usah kerja mereka dari beberapa bahaya yang diasuransikan seperti sakit, hari tua, pengangguran dan ketidaklayakan kerja. Biasanya asuransi-asuransi seperti ini menjadi sebuah keharusan. Termasuk dalam kategori ini adalah asuransi-asuransi sosial, asuransi kesehatan dan asuransi pensiunan. 

Dalam BPJS, peserta golongan I (Peserta PBI) termasuk dalam Asuransi Kooperatif sedangkan Peserta golongan II dan III (Peserta Non-PBI) termasuk dalam Asuransi Bisnis yang mengharuskan adanya premi tetap.
Berdasarkan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia V Tahun 2015 tentang panduan Jaminan Kesehatan Nasional dan BPJS Kesehatan[35] mengeluarkan fatwa bahwa:
1.        Penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syari’ah, karena mengandung unsur gharar, maisir dan riba.
2.        MUI mendorong pemerintah untuk membentuk, menyelenggarakan, dan melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan pelayanan prima.
  Dalam fatwa tersebut, MUI tidak menyebut BPJS Kesehatan itu haram. Namun terdapat sejumlah bagian ketentuan BPJS Kesehatan yang tidak sesuai dengan syariah. Adanya unsur gharar, maisir dan riba inilah yang menyebabkan program BPJS Kesehatan tidak sesuai syariah.[36] Adapun letak gharar, maisir dan riba dalam sebagian praktek BPJS Kesehatan adalah sebagai berikut:
1.        Riba
Riba dalam BPJS Kesehatan ini ada dalam asuransi konvensional. Hal ini terlihat jelas dari segi jumlah yang didapat dari  pihak penerima (Peserta) dan pemberi asuransi (BPJS) yaitu tidak ada penyamaan antara jumlah iuran yang diberikan oleh penerima asuransi dengan jumlah kompensasi yang diberikan oleh pemberi asuransi. Kompensasi asuransi bisa jadi lebih banyak atau lebih sedikit dari premi yang diberikan ke penerima.[37]
Adanya denda keterlambatan sebesar 2 % setiap bulan yang tertunggak yang  diberikan dimasa yang akan datang. Hal itu merupakan riba nasi’ah yang diharamkan Islam.[38]
Selain itu, dana yang terkumpul dalam BPJS Kesehatan masih menggunakan bank konvensional. Artinya, dana tersebut disimpan dan diputar oleh bank yang menerapkan sistem riba. Hal ini termasuk tolong-menolong dalm pengembangan riba yang diharamkan Islam.[39]
2.        Maysir
Kita tahu seluruh iuran yang dibayarkan adalah premi yang kemudian menjadi milik pihak penanggung atau perusahaan asuransi (BPJS). Saat sakit atau kecelakaan, hak mendapatkan dana BPJS baru dapat diajukan. Namun saat peserta BPJS sehat, ia tidak berhak mendapatkan dana BPJS. Hal itu merupakan kerugian bagi mereka yang sehat meskipun sakit bukanlah yang kita harapkan. Inilah unsur maysir yang diharamkan dalam Islam.[40]
3.        Gharar
Unsur gharar yang terkandung dalam BPJS adalah dalam kepastian dana yang akan didapat saat sakit, kapan ia akan mendapatkannya dan jumlah dana yang diberikan, bisa jadi banyak dan sedikit.[41] BPJS sama dengan asuransi yang masuk dalam kategori asuransi konvensional. Asuransi konvensional hakikatnya adalah jaminan atas musibah yang belum terjadi sekarang dan tidak pasti terjadi.[42]
Selain itu, sistem pembayaran BPJS Kesehatan kepada rumah sakit, klinik dan praktek dokter mengandung unsur gharar tingkat tinggi. Pihak BPJS Kesehatan mematok nominal tertentu untuk rumah sakit. Jika banyak anggota BPJS yang berobat ke rumah sakit dapat dipastiakan rumah sakit tersebut mengalami kerugian.[43]
G.    Hukum Mengikuti Peserta BPJS Kesehatan Karena Terpaksa
Dari penjelasan diatas, unsur halal dan haram dalam keikutsertaan menjadi peserta BPJS dapat dikelompokkan menjadi tiga:
1.        Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Asuransi kesehatan yang diberikan kepada Peserta Penerima Bantuan Iuran adalah murni gratis tanpa premi dan tanpa denda sehingga diperbolehkan mengikuti BPJS.[44] Ia termasuk dalam kategori asuransi kooperatif yaitu sumbangan sukarela dan salah satu bentuk tolong-menolong dalam kebaikan yang diperbolehkan dalam Islam.[45]   
2.        Peserta Non PBI (Pekerja Penerima Upah)
Asuransi kesehatan yang diperuntukkan PNS, Polri, TNI, organisasi dan institusi yang mana sebagian iuran ditanggung kantor atau institusi dan sebagian lainnya ditanggung oleh peserta.[46]
Bagi peserta yang preminya tidak dipotong dari gaji masih diperbolehkan mengikuti BPJS Kesehatan ini karena tidak mungkin terjadi denda keterlambatan atau jika terjadi denda keterlambatan atau jika terjadi bukan menjadi tanggung jawab peserta melainkan menjadi resiko instansi atau perusahaan. Akad keikutsertaan adalah bentuk hibah dari perusahaan.[47]
Namun jika premi dipotong dari gaji maka hukumnya haram mengikuti BPJS karena denda keterlambatan ditanggung peserta. Pada saat itu yang terjadi adalah akad yang mengandung unsur riba.[48]
3.        Peserta Non PBI (Bukan Penerima Upah/Mandiri)
Peserta yang masuk dalam kategori ini membayar premi sesuai dengan pilihan kelas yang ada, maka golongan ini haram hukumnya mengikuti BPJS selama masih ada aturan denda keterlambatan. Karena in murni riba jahiliyyah.[49]

Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang No. 24 tahun 2011 setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program Jaminan Sosial.[50] Pendaftaran kepesertaan dilakukan dengan dua tahap yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2014 dan tahap kedua paling lambat tanggal 1 Januari 2019.[51]
Namun, jika pemerintah mewajibkan seluruh warga negara untuk menjadi peserta BPJS dan jika tidak mengikutinya maka hak-haknya sebagai warga negara tidak akan dipenuhi negara seperti tidak akan mendapat pelayanan publik. Maka pada saat itu tidak mengapa seorang warga negara menjadi peserta BPJS karena terpaksa sekalipun dia peserta golongan ketiga yaitu peserta iuran mandiri.[52]

III.    Penutup
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa mengikuti kepesertaan BPJS karena terpaksa ada 3 hal:
1.        Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) diperbolehkan mengikuti BPJS. 
2.        Peserta Non PBI (Pekerja Penerima Upah)
a.         Bagi peserta yang preminya tidak dipotong dari gaji masih diperbolehkan mengikuti BPJS Kesehatan
b.        Jika premi dipotong dari gaji maka hukumnya haram mengikuti BPJS
3.        Peserta Non PBI (Bukan Penerima Upah/Mandiri) haram hukumnya mengikuti BPJS selama masih ada aturan denda keterlambatan.
Adapun jika pemerintah mewajibkan seluruh warga negara untuk menjadi peserta BPJS dan jika tidak mengikutinya maka hak-haknya sebagai warga negara tidak akan dipenuhi negara maka tidak mengapa seseorang menjadi peserta BPJS karena terpaksa.
B.     Saran
Hendaknya kepada pemerinta pemerintah untuk membentuk, menyelenggarakan, dan melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan pelayanan prima sehingga masyarakat yang beragama islam khususnya dapat menjalankan seluruh muamalah islamiyah sehari-hari dengan tenang dan tenteram.








DAFTAR PUSTAKA

Buku Pegangan Sosialisai JKN dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional diambil dalam http://www.depkes.go.id/resources/download/jkn/buku-pegangan-sosialisasi-jkn.pdf diakses pada hari Ahad, 6 November 2017 pukul 24:43
http://a10mahira.blogspot.co.id/2016/08/hukum-bpjs-menurut-perspektif-islam.html diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 08:25
http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13 diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
https://id.wikipedia.org/wiki/BPJS_Kesehatan diakses pada hari Senin, 23 Oktober 17
https://id.wikipedia.org/wiki/BPJS_Ketenagakerjaan diakses pada hari Senin, 23 Oktober 17
https://www.an-najah.net/riba-gharar-dan-kedzaliman-dalam-bpjs-12/ diakses pada hari Ahad, 6 November 2017 pukul 01: 13
https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/11 diakses pada hari Selasa, 31 Oktober 2017 pada pukul 19:58
https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/20 diakses pada hari Ahad, 6 November 2017 pukul 02:53
 Panduan Praktis Tentang Kepesertaan Dan Pelayanan Kesehatan Yang Diselenggarakan Oleh Bpjs Kesehatan Berdasarkan Regulasi Yang Sudah Terbit diambil dari https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/a9c04aa825ffc12d24aeee668747f284.pdf diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 08:15
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan diambil dalam http://www.depkes.go.id/resources/download/general/PP%20No.%20101%20Th%202012%20ttg%20Penerima%20Bantuan%20Iuran%20Jaminan%20Kesehatan.pdf pukul 2:41
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 111 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan diambil dari http://www.depkes.go.id/resources/download/general/PERPRES%20No.%20111%20Th%202013%20ttg%20Perubahan%20Atas%20PERPRES%20No.%2012%20Th%202003%20ttg%20JAMKES.pdf diakses pada hari Selasa, 31 Oktober 2017 pada pukul 2:42
Putri, Asih Eka, Paham BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Friedrich-Ebert-Stiftung, Kantor Perwakilan Indonesia, 2014
Tarmizi, Erwandi, Harta Haram Muamalah Kontemporer, Cet ke-12, Bogor: Berkat Mulia Insani, 2016
UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial diambil dalam http://bpjskesehatan.go.id/bpjs/index.php/unduh/index/1  diakses pada Senin, 30 Oktober 2017 pukul 08:49
UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional diambil dari http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/unduh/index/2 diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pukul 08:31
 Yuk, Pahami Aturan Denda Terbaru JKN-KIS diambil dari https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/14a44faa1c98df0c642b5168073e25f3.pdf pada hari Rabu, 1 November 2017 pukul 23:56
Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, terj Abdul Hayyie Al-Kattani dkk, Cet ke-3, Jakarta: Gema Insani Press, 2016


[1] Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 111 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan pasal 6 diambil dari http://www.depkes.go.id/resources/download/general/PERPRES%20No.%20111%20Th%202013%20ttg%20Perubahan%20Atas%20PERPRES%20No.%2012%20Th%202003%20ttg%20JAMKES.pdf diakses pada hari Selasa, 31 Oktober 2017 pada pukul 2:42
[2] UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pasal 1 angka 6 diambil dari http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/unduh/index/2 diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pukul 08:31
[3] UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) diambil dalam http://bpjskesehatan.go.id/bpjs/index.php/unduh/index/1oktober pukul 08:49
[4] https://id.wikipedia.org/wiki/BPJS_Kesehatan diakses pada hari Senin, 23 Oktober 17
[5] Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani Press), 2016, hlm. 109
[7] https://id.wikipedia.org/wiki/BPJS_Kesehatan diakses pada hari Selasa, 31 Oktober 2017 pukul 16:39
[8] UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) diambil dalam http://bpjskesehatan.go.id/bpjs/index.php/unduh/index/1oktober pukul 08:49
[9] https://id.wikipedia.org/wiki/BPJS_Kesehatan diakses pada hari Senin, 23 Oktober 17
[10] https://id.wikipedia.org/wiki/BPJS_Ketenagakerjaan diakses pada hari Senin, 23 Oktober 17
[11] https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/20 diakses pada hari Ahad, 6 November 2017 pukul 02:53
[12] http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13 diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
[13] https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/20 diakses pada hari Ahad, 6 November 2017 pukul 02:53
[14] Yuk, Pahami Aturan Denda Terbaru JKN-KIS diambil dari https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/14a44faa1c98df0c642b5168073e25f3.pdf pada hari Rabu, 1 November 2017 pukul 23:56
[15] https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/11 diakses pada hari Selasa, 31 Oktober 2017 pada pukul 19:58
[17] UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pasal 1 angka 6 diambil dari http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/unduh/index/2 diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pukul 08:31
[19] Buku Pegangan Sosialisai JKN dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional diambil dalam http://www.depkes.go.id/resources/download/jkn/buku-pegangan-sosialisasi-jkn.pdf diakses pada hari Ahad, 6 November 2017 pukul 24:43
[23] http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13 diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
[24] Panduan Praktis Tentang Kepesertaan Dan Pelayanan Kesehatan Yang Diselenggarakan Oleh Bpjs Kesehatan Berdasarkan Regulasi Yang Sudah Terbit diambil dari https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/a9c04aa825ffc12d24aeee668747f284.pdf diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 08:15
[25] http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13 diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
[26] http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13 diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
[27] http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13 diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
[28] http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13 diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
[29] Yuk, Pahami Aturan Denda Terbaru JKN-KIS diambil dari https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/14a44faa1c98df0c642b5168073e25f3.pdf pada hari Rabu, 1 November 2017 pukul 23:56
[30] http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13 diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
[31] Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani Press), 2016, hlm. 105
[32] Ibid., hlm. 109
[33] Ibid., hlm. 106
[34] Ibid., hlm.110
[37] Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani Press), 2016, hlm. 111
[38] Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: Berkat Mulia Insani, 2017), hlm. 302
[39] Ibid., hlm. 301
[41] https://www.an-najah.net/riba-gharar-dan-kedzaliman-dalam-bpjs-12/ diakses pada hari Ahad, 6 November 2017 pukul 01: 13
[42] Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani Press), 2016, hlm. 112
[43] Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: Berkat Mulia Insani, 2017), hlm. 301
[44] Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: Berkat Mulia Insani, 2017), hlm. 302
[45] Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani Press), 2016, hlm. 106
[46] http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/13 diakses pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pada pukul 05:39
[47] Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: Berkat Mulia Insani, 2017), hlm. 303
[48] Ibid
[49] Ibid
[50] UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial diambil dalam http://bpjskesehatan.go.id/bpjs/index.php/unduh/index/1  diakses pada Senin, 30 Oktober 2017 pukul 08:49
[51] Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 111 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan pasal 6 diambil dari http://www.depkes.go.id/resources/download/general/PERPRES%20No.%20111%20Th%202013%20ttg%20Perubahan%20Atas%20PERPRES%20No.%2012%20Th%202003%20ttg%20JAMKES.pdf diakses pada hari Selasa, 31 Oktober 2017 pada pukul 2:42
[52] Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: Berkat Mulia Insani, 2017), hlm. 303